Welcome!! >


Jumat, 30 Agustus 2019

101's Rivetra's Love Story




Chapter 2 : Secretary



Jika ada kalimat yang salah mohon dimaafkan 😆😆

---------------------------------

"Ah, Petra. Perkenalkan, ini Nifa, pacar baruku..." Ucap Oruo sambil menatap seorang gadis berambut pendek di sampingnya. Gadis itu tersenyum kecil, kemudian ia menggandeng tangan Oruo.

"a... apa maksudmu?..." tanya Petra kaku sambil menggenggam erat tas di bahunya. Ia menatap nanar dua orang yang berada di depannya.

"yah, kau tahu? Sebenarnya aku ingin mengatakan hal ini sebelumnya kepadamu. Tapi karena kita bertemu di sini aku ingin memperkenalkannya kepadamu..." ucap Oruo sambil menatap gadis di sampingnya dengan mesra. Petra terdiam.

"jadi, intinya, aku sudah tidak menyukaimu lagi" ia menatap Petra dengan dingin. Kemudian ia berbalik bersama kekasih barunya dan berjalan menuju sebuah cafe.

Petra terdiam. Ia tahu jika Oruo sudah tidak menyukainya lagi. Sudah beberapa minggu ini pria itu tidak membalas smsnya atau pun menjawab panggilan darinya. Ia menatap sepatu birunya dengan gusar. Kemudian ia berjalan dengan perlahan dan tak tentu arah.
Lagi. Apa salahku?....

Ia menggigit bibirnya. Kemudian menarik nafasnya perlahan-lahan. Berusaha menenangkan dirinya.
 
"kau benar-benar bodoh, Petra...." tawanya dengan kalut ketika tiba di sebuah taman kecil di pinggir kota. Kemudian ia mengambil cermin kecil dari dalam tasnya. Ia menatap pantulan wajah seseorang di cermin kecil miliknya. Wajah memerah, mata sembab. Ia menatap gadis di dalam cermin itu dengan kalut. Padahal, ia menghabiskan waktu berjam-jam mendandani dirinya hanya untuk bertemu Oruo. Pria brengsek itu akan menyesalinya. Bahkan ia rela beberapa kali membolos dari kantor hanya untuk bertemu Oruo.

"...persetan dengannya..." ia menghapus air mata yang mengalir di pipinya dengan punggung tangannya. Kemudian ia berjalan lagi tak tentu arah. Aku ingin menghilang saja. Pikirnya. Ia terus berjalan dan berjalan, tak memperhatikan orang-orang di sekelilingnya. Beberapa kali ia menabrak orang yang berdiri dan berjalan tidak jauh darinya. Ia hanya meminta maaf tanpa menatap mereka. Dan lagi-lagi, ia menabrak seseorang di depannya.

"...maaf..." ucapnya yang entah keberapa kalinya. Ia terus berjalan tanpa menatap orang di depannya.

"Hei!... berhati-hatilah jika berjalan, kau tidak punya mata ya?!!" Ucap orang itu kesal sambil menarik lengan Petra. Petra meringis kesakitan. Pria itu tetap mencengkram lengannya.

"Apa kau mendengarku, hah?!!" Tanyanya kasar sambil menarik tangan gadis itu.

"Ugh,... maafkan aku... aku tidak sengaja..." ucapnya sambil berusaha melepaskan genggaman erat pria itu. Ia tidak dapat menggerakkan tangannya. Rasanya air matanya akan tumpah sekarang.

"Kau!!--" pria itu terdiam ketika menatap wajah Petra yang dipenuhi air mata. Ia melepaskan cengkraman tangannya dan menatap gadis itu.

"Kau, mengapa kau menangis? Kau yang menabrakku lalu kenapa kau yang menangis?!" Tanyanya bingung sambil menatap sekelilingnya. Orang-orang menatap mereka berdua satu persatu. Meyangka telah terjadi pertengkaran di antara mereka berdua.

"..maaf, aku--"

"Ikut aku..." ucap pria itu sambil setengah menyeret tubuh Petra. Setelah beberapa lama berjalan, mereka menemukan sebuah bangku yang di tempat sepi di pinggir taman.

Pria itu mendudukkan Petra di atas bangku tersebut. Kemudian ia membiarkan gadis itu menangis sepuas-puasnya.

Setelah beberapa saat yang lama berlalu, Petra akhirnya dapat menghentikan tangisnya. Ia merasa malu karena telah menabrak pria di sampingnya dan menangis di hadapannya.

"...maafkan aku..." Petra tiba-tiba membuka suaranya. Pria itu menatapnya sejenak, kemudian ia membuang mukanya seakan tidak pernah mendengar apapun.

"...aku memang bodoh. Persetan dengan pria. Bisa-bisanya ia selingkuh denganku selama ini. Pria memang tidak berguna. Kenapa mereka tidak mati saja?..." ucap Petra kesal sambil mengepalkan tangannya. Pria itu menatap Petra sejenak. Mungkin heran mengapa ada seorang gadis yang membenci pria, tapi malah menceritakan tentang keburukan pria di hadapannya.

"Hei, apakah kau tahu?..." tanya pria itu tiba-tiba. Petra menoleh "...kau gadis yang menarik. Membicarakan tentang keburukan pria, padahal kau tidak tahu apapun tentang mereka..." ucapnya santai sambil menyandarkan tubuhnya di bangku itu. Ia menatap Petra yang menatapnya dengan sengit. Kemudian Petra membuka mulutnya.

"...aku memang tidak tahu tentang mereka. Tapi satu hal yang ku tahu, pria itu brengsek. Mereka hanya tahu tentang cara memacari seseorang dan meniduri mereka. Bagaimana mungkin ada makhluk seperti itu di dunia ini? Membayangkannya saja aku tidak tahan..." Petra berdiri, kemudian ia mengambil tasnya. Belum sempat ia melangkah, tiba-tiba pria itu menarik tangannya dan mendorongnya di bangku taman.

"Kau memang tidak salah. Tapi, kau tidak tahu sebagian dari diri mereka memiliki sisi yang berbeda. Jika kau mau aku akan mengajarkanmu tentang hal itu..." bisiknya di telinga Petra. Ia memegang kedua lengan Petra sehingga ia tidak bisa bergerak.

Tiba-tiba, tanpa disangka, Petra mengangkat kakinya dan menendang pria yang menahannya dengan kaki kanannya. Pria itu mundur beberapa langkah sambil memegang perutnya.

"Ugh, kau...." Ia menatap Petra sambil menahan sakit di perutnya.

"Diamlah, kau pria brengsek. Ternyata dimana-mana pria itu sama saja. Ya Tuhan, lebih baik mereka mati saja. Kalian hanya memenuhi populasi di bumi. Syukurlah aku tidak pernah menikah. Bagaimana mungkin selama ini semua wanita tahan hidup bersama pria? Aku tak habis pikir dengan apa yang akan selalu mereka lakukan..." Petra berjalan menjauh dari tempat itu sambil membawa tasnya dengan marah. Ia menatap jam tangannya. 17.03. Ia benar-benar membolos dari kantor. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Semoga saja ia tidak dipecat. Kalau itu terjadi, bagaimana ia bisa hidup?

----------------------------------

"Ini sudah yang ke enam kalinya kau membolos, Petra Ral. Apa kau pikir kantor ini milikmu?" Tanya seorang pria di depan sebuah meja. Ia menatap tajam Petra yang menunduk menatap sepatunya.

"...maafkan saya pak. Saya berjanji tidak akan mengulanginya. Jadi saya mohon, jangan pecat saya..." ucap Petra lemah. Ia menyesali perbuatannya. Saat ini di kepalanya, terlihat bayangan Oruo beraama kekasih barunya. Terkutuklah kau Oruo. Ia mengepalkan tangannya dan menggertakkan giginya.

Pria di depannya menghela nafas. Kemudian ia berbicara lagi.

"Kau tahu, Ral. Kantor kita saat ini sedang dalam krisis. Kita harus berusaha keras untuk menyaingi perusahaan lain. Bagaimana mungkin saya akan terus mempertahankan pegawai yang tidak kompeten di tengah krisis ini? Satu-satunya jalan adalah mencari pegawai baru untuk menggantikan pegawai yang tidak kompeten. Maafkan aku, tapi mulai hari ini, kau--"

"Erwin..." panggil seseorang pada pria itu. Pria itu belum menyelesaikan kalimatnya dan ia menatap seorang pria yang sedang berdiri di ambang pintu sambil melipat tangannya dan tersenyum kecil.

"Kupikir dengan kehadiranku masalah kita akan terselesaikan... apakah aku tidak dibutuhkan disini?..." tanyanya sambil berjalan mendekat. Petra terdiam. Ia mengenal suara itu. Suara pria yang kemarin ia.... tendang?

Perlahan-lahan Petra membalikkan tubuhnya. Setelah itu, ia mengangkat kepalanya. Ia terdiam. Ternyata benar. Pria itu, pria yang kemarin ia temui dan... tendang seenaknya. Saat ini ia sedang menatapnya sambil tersenyum licik pada Petra. Petra meringis. Siapa saja, tolong aku....

"Oh, namamu Petra Ral, bukan? Erwin. Bisakah kau mengambilkan dua cangkir kopi untukku?" Petra menggigit bibirnya. Kumohon, jangan pergi, pak Erwin. Jika kau kau pergi, aku akan menyesal telah hidup...

Erwin terdiam sejenak menatap mereka berdua. Kemudian ia berdiri.

"Baiklah, Pak Presdir. Saya akan mengambilkan dua cangkir kopi untuk anda." Ia berjalan menuju pintu. Tiba-tiba, pria itu berbicara lagi.

"Erwin, aku ingat tentang sesuatu.... " ia mendekati Erwin dan membisikkan sesuatu padanya. Erwin mengerutkan dahinya sejenak, kemudian ia menatap Petra. Sedangkan pria itu malah tertawa kecil. Akhirnya pria itu berbicara lagi, Erwin menganggukkan kepalanya perlahan. Kemudian ia meninggalkan ruangan itu.

Ia pasti akan memecatku. Itu pasti. Selamat tinggal, pekerjaanku. Maafkan aku, ayah dan ibu. Aku bukan gadis yang baik. Petra menatap langit biru di luar ruangan itu. Ia pasrah. Apapun yang terjadi, terjadilah...

"Kita bertemu lagi, Nona Ral...." tiba-tiba pria itu membuka suaranya. Petra berdiri kaku, kemudian ia menatap pria yang berjalan mendekatinya dengan pasrah.

"Um... maafkan saya tentang... tentang hal yang terjadi kemarin, Pak Presdir.... saya--"

"Tunggu." pria itu memotong ucapannya "...aku sudah berbicara dengan Erwin. Sepertinya kau baru saja dipecat..." ucapnya sambil menatap lembaran kertas yang baru saja diambilnya dari meja. Ia mengernyitkan kening sebentar, lalu ia tersenyum.

Tentu saja, aku tahu itu, bodoh!...

"Saya mengerti. Kalau begitu, saya akan segera pergi dari sini. Terima kasih atas kerja samanya, Pak. Selamat tinggal...." ia melangkah menjauh menuju pintu. Ia sudah lelah. Ia ingin segera menuju ke rumahnya dan tidur di sana selamanya.

"Tunggu,.." pria itu menarik tangan Petra dan menahannya. Petra menoleh. Kemudian ia berbicara.

"Apa lagi yang kau inginkan dariku, Tuan!? Bukankah kau senang karena dendammu terbalaskan?! Kau tidak perlu lagi untuk membuang-buang waktumu mengurus gadis bodoh sepertiku!" Ucapnya cepat. Ia menggigir bibirnya, berusaha menahan air matanya.

Pria itu terdiam sesaat. Kemudian ia tertawa keras.

"A... apa yang kau tertawakan? Ini tidak lucu!..." Petra menarik tangannya. Kemudian ia menatap pria di depannya.

"Maaf... maafkan aku. Kau... kau benar-benar menarik. Baru kali ini aku bertemu dengan gadis sepertimu..." ia menutup mulutnya, berusaha menahan tawanya.

"Kau--"

"Ada apa ini?..." tanya Erwin sambil membuka pintu. Ia menatap Petra dan pria itu bergantian.

"Tidak, tidak apa-apa, Erwin. Kami hanya sedang membicarakan sesuatu..." ia tersenyum sambil mengambil cangkir di tangan Erwin dan melangkah mendekati sofa di ujung ruangan. Kemudian ia duduk di atasnya. Ia menenggak kopi di cangkirnya. Setelah beberapa detik ia meletakkannnya di atas meja.

"Jadi bagaimana? Apakah ia mau?" Tanya Erwin sambil menatap pria itu. Kemudian ia menatap Petra.

"apa maksud Anda?" Tanya Petra heran ketika Erwin memandangnya.

"Anda belum mengatakannya padanya?" Tanya Erwin sambil menatap pria itu. Pria itu tersenyum sambil mengangkat bahunya. Kemudian ia menatap Petra.

"A..apa yang kalian inginkan?" Tanya Petra bingung menatap kedua pria tersebut. Kemudian Erwin menghela nafasnya.

"Begini, Ral. Kami telah memutuskannya..." Petra mengerutkan keningnya "...saat ini kami sedang membutuhkan seorang karyawan baru di perusahaan X, mitra perusahaan ini. Perusahaan itu sedang membutuhkan seorang karyawan. Jadi, setelah dipikirkan kembali, kami akan merekrutmu menjadi karyawan disana..." Petra terdiam. Apa maksudnya?. Padahal aku baru saja dipecat...

"Dan perusahaan ini setra perusahaan itu milik Pak Presdir." Ia menatap Levi yang sedang meminum kopinya."jadi kuharap kau tidak keberatan..."

Apakah itu artinya aku masih bisa bekerja?

"Dan mulai besok, kau akan bekerja menjadi sekretaris Pak Presdir..." ia menatap pria yang duduk di sofa itu. Pria itu tersenyum kecil.

Sekretaris... pria itu?...

Petra menatap pria yang sedang menatapnya dari balik bahu. Kemudian ia menatap Erwin.

"...Pak, apakah bapak tidak salah? Saya..." Petra tidak melanjutkan ucapannya.

Tunggu, kurasa ia ingin membalasku melalui hal ini. Atau jangan-jangan ia.... sudahlah, lagipula, mencari pekerjaan sekarang sulit. Jika ia ingin menantangku, aku akan melawannya.

"Baiklah Pak. Saya akan menerimanya...." ia tersenyum. Kemudian ia menatap pria itu.

"Mohon bantuannya, Pak Presdir. Saya Petra Ral. Saya harap anda tidak akan mengecewakan saya. Dan bolehkah saya tahu siapa nama anda?" Ia tersenyum manis. Pria itu mengangkat alisnya.

"Aku tidak akan mengecewakanmu, Ral. Namaku Levi. Levi Ackerman...." ia tersenyum. Sepertinya ia tahu apa maksud dari ucapan gadis itu.

----------------------

Ikuti tautan ini untuk bergabung bersama saya di Wattpad https://www.wattpad.com/user/sugarral
101's Rivetra's Love Stories




Chapter 1 : Rain


Please Enjoy^^

***

Aku menatap jam tanganku. 07.10 pm. Ia terlambat. Kami berjanji akan bertemu di kafe ini pukul 07.00. Namun 10 menit telah berlalu. Ponselku bergetar setiap satu menit. Tapi aku mengabaikannya. Aku menenggak kopi hitamku. Pahit. Lalu aku meletakkannya lagi di atas meja. Setelah itu, aku menatap secangkir coklat panas yang sudah dingin di depanku. Cangkir itu miliknya. Milik seseorang yang telah hilang. Seseorang yang telah meninggalkanku sendirian. Selamanya. Ia tidak akan pernah kembali. Dan aku tidak akan pernah bertemu dengannya lagi. Kemudian, layar ponselku menyala lagi. Berisik. Aku tidak mempedulikannya. Ponselku bergetar terus menerus. Setelah 5 menit, sebuah suara muncul.


"Levi, dimana kau sekarang? Apa kau baik-baik saja? Kau tidak mengangkat panggilan kami. Aku tahu perasaanmu, tapi bisakah--" aku mematikan ponselku. Mereka tidak mengerti. Mereka tidak akan mengerti. Aku tidak bisa. Aku tidak bisa hidup tanpamu, Petra. Aku menutup wajahku. Mencoba untuk menahan air mataku.


"Apakah anda baik-baik saja, Tuan?" Tanya seorang pelayan di sampingku. Aku menarik tanganku dari wajah.


"Aku baik-baik saja. Terima kasih...." aku tersenyum getir. Aku tidak pernah mengucapkan kata terima kasih sebelumnya. Rasanya sungguh aneh.


Ia terlihat sedikit khawatir. Mungkin ia khawatir karena tiba-tiba ada orang aneh yang menangis di kafe miliknya. Tapi akhirnya ia meninggalkanku sendirian.


Aku menatap jam tanganku lagi. 07.20. Aku menyandarkan tubuhku ke sandaran kursi. Kemudian menatap orang-orang yang berjalan menghindari tetesan air hujan. Air hujan yang menggantikan air mataku.


-------------------------

Apakah kalian-readers-menyukai cerita ini? Mohon dukungan untuk Rivetra. Karena saya menyukai cerita sedih :3. Jadi tolong maafkanlah pemula ini ;3
Setelah baca jangan lupa like ya ^^

Ikuti tautan ini untuk bergabung bersama saya di Wattpad https://www.wattpad.com/user/sugarral