101's Rivetra's Love Story
Chapter 2 : Secretary
Jika ada kalimat yang salah mohon dimaafkan 😆😆
---------------------------------
"Ah,
Petra. Perkenalkan, ini Nifa, pacar baruku..." Ucap Oruo sambil menatap
seorang gadis berambut pendek di sampingnya. Gadis itu tersenyum kecil,
kemudian ia menggandeng tangan Oruo.
"a...
apa maksudmu?..." tanya Petra kaku sambil menggenggam erat tas di
bahunya. Ia menatap nanar dua orang yang berada di depannya.
"yah,
kau tahu? Sebenarnya aku ingin mengatakan hal ini sebelumnya kepadamu.
Tapi karena kita bertemu di sini aku ingin memperkenalkannya
kepadamu..." ucap Oruo sambil menatap gadis di sampingnya dengan mesra.
Petra terdiam.
"jadi,
intinya, aku sudah tidak menyukaimu lagi" ia menatap Petra dengan
dingin. Kemudian ia berbalik bersama kekasih barunya dan berjalan menuju
sebuah cafe.
Petra
terdiam. Ia tahu jika Oruo sudah tidak menyukainya lagi. Sudah beberapa
minggu ini pria itu tidak membalas smsnya atau pun menjawab panggilan
darinya. Ia menatap sepatu birunya dengan gusar. Kemudian ia berjalan
dengan perlahan dan tak tentu arah.
Lagi. Apa salahku?....
Ia menggigit bibirnya. Kemudian menarik nafasnya perlahan-lahan. Berusaha menenangkan dirinya.
"kau
benar-benar bodoh, Petra...." tawanya dengan kalut ketika tiba di
sebuah taman kecil di pinggir kota. Kemudian ia mengambil cermin kecil
dari dalam tasnya. Ia menatap pantulan wajah seseorang di cermin kecil
miliknya. Wajah memerah, mata sembab. Ia menatap gadis di dalam
cermin itu dengan kalut. Padahal, ia menghabiskan waktu berjam-jam
mendandani dirinya hanya untuk bertemu Oruo. Pria brengsek itu akan menyesalinya. Bahkan ia rela beberapa kali membolos dari kantor hanya untuk bertemu Oruo.
"...persetan
dengannya..." ia menghapus air mata yang mengalir di pipinya dengan
punggung tangannya. Kemudian ia berjalan lagi tak tentu arah. Aku ingin menghilang saja.
Pikirnya. Ia terus berjalan dan berjalan, tak memperhatikan orang-orang
di sekelilingnya. Beberapa kali ia menabrak orang yang berdiri dan
berjalan tidak jauh darinya. Ia hanya meminta maaf tanpa menatap mereka.
Dan lagi-lagi, ia menabrak seseorang di depannya.
"...maaf..." ucapnya yang entah keberapa kalinya. Ia terus berjalan tanpa menatap orang di depannya.
"Hei!...
berhati-hatilah jika berjalan, kau tidak punya mata ya?!!" Ucap orang
itu kesal sambil menarik lengan Petra. Petra meringis kesakitan. Pria
itu tetap mencengkram lengannya.
"Apa kau mendengarku, hah?!!" Tanyanya kasar sambil menarik tangan gadis itu.
"Ugh,...
maafkan aku... aku tidak sengaja..." ucapnya sambil berusaha melepaskan
genggaman erat pria itu. Ia tidak dapat menggerakkan tangannya. Rasanya
air matanya akan tumpah sekarang.
"Kau!!--"
pria itu terdiam ketika menatap wajah Petra yang dipenuhi air mata. Ia
melepaskan cengkraman tangannya dan menatap gadis itu.
"Kau,
mengapa kau menangis? Kau yang menabrakku lalu kenapa kau yang
menangis?!" Tanyanya bingung sambil menatap sekelilingnya. Orang-orang
menatap mereka berdua satu persatu. Meyangka telah terjadi pertengkaran
di antara mereka berdua.
"..maaf, aku--"
"Ikut
aku..." ucap pria itu sambil setengah menyeret tubuh Petra. Setelah
beberapa lama berjalan, mereka menemukan sebuah bangku yang di tempat
sepi di pinggir taman.
Pria itu mendudukkan Petra di atas bangku tersebut. Kemudian ia membiarkan gadis itu menangis sepuas-puasnya.
Setelah
beberapa saat yang lama berlalu, Petra akhirnya dapat menghentikan
tangisnya. Ia merasa malu karena telah menabrak pria di sampingnya dan
menangis di hadapannya.
"...maafkan
aku..." Petra tiba-tiba membuka suaranya. Pria itu menatapnya sejenak,
kemudian ia membuang mukanya seakan tidak pernah mendengar apapun.
"...aku
memang bodoh. Persetan dengan pria. Bisa-bisanya ia selingkuh denganku
selama ini. Pria memang tidak berguna. Kenapa mereka tidak mati
saja?..." ucap Petra kesal sambil mengepalkan tangannya. Pria itu
menatap Petra sejenak. Mungkin heran mengapa ada seorang gadis yang
membenci pria, tapi malah menceritakan tentang keburukan pria di
hadapannya.
"Hei,
apakah kau tahu?..." tanya pria itu tiba-tiba. Petra menoleh "...kau
gadis yang menarik. Membicarakan tentang keburukan pria, padahal kau
tidak tahu apapun tentang mereka..." ucapnya santai sambil menyandarkan
tubuhnya di bangku itu. Ia menatap Petra yang menatapnya dengan sengit.
Kemudian Petra membuka mulutnya.
"...aku
memang tidak tahu tentang mereka. Tapi satu hal yang ku tahu, pria itu
brengsek. Mereka hanya tahu tentang cara memacari seseorang dan meniduri
mereka. Bagaimana mungkin ada makhluk seperti itu di dunia ini?
Membayangkannya saja aku tidak tahan..." Petra berdiri, kemudian ia
mengambil tasnya. Belum sempat ia melangkah, tiba-tiba pria itu menarik
tangannya dan mendorongnya di bangku taman.
"Kau
memang tidak salah. Tapi, kau tidak tahu sebagian dari diri mereka
memiliki sisi yang berbeda. Jika kau mau aku akan mengajarkanmu tentang
hal itu..." bisiknya di telinga Petra. Ia memegang kedua lengan Petra
sehingga ia tidak bisa bergerak.
Tiba-tiba,
tanpa disangka, Petra mengangkat kakinya dan menendang pria yang
menahannya dengan kaki kanannya. Pria itu mundur beberapa langkah sambil
memegang perutnya.
"Ugh, kau...." Ia menatap Petra sambil menahan sakit di perutnya.
"Diamlah,
kau pria brengsek. Ternyata dimana-mana pria itu sama saja. Ya Tuhan,
lebih baik mereka mati saja. Kalian hanya memenuhi populasi di bumi.
Syukurlah aku tidak pernah menikah. Bagaimana mungkin selama ini semua
wanita tahan hidup bersama pria? Aku tak habis pikir dengan apa yang
akan selalu mereka lakukan..." Petra berjalan menjauh dari tempat itu
sambil membawa tasnya dengan marah. Ia menatap jam tangannya. 17.03. Ia
benar-benar membolos dari kantor. Apa yang harus ia lakukan sekarang?
Semoga saja ia tidak dipecat. Kalau itu terjadi, bagaimana ia bisa
hidup?
----------------------------------
"Ini
sudah yang ke enam kalinya kau membolos, Petra Ral. Apa kau pikir
kantor ini milikmu?" Tanya seorang pria di depan sebuah meja. Ia menatap
tajam Petra yang menunduk menatap sepatunya.
"...maafkan
saya pak. Saya berjanji tidak akan mengulanginya. Jadi saya mohon,
jangan pecat saya..." ucap Petra lemah. Ia menyesali perbuatannya. Saat
ini di kepalanya, terlihat bayangan Oruo beraama kekasih barunya. Terkutuklah kau Oruo. Ia mengepalkan tangannya dan menggertakkan giginya.
Pria di depannya menghela nafas. Kemudian ia berbicara lagi.
"Kau
tahu, Ral. Kantor kita saat ini sedang dalam krisis. Kita harus
berusaha keras untuk menyaingi perusahaan lain. Bagaimana mungkin saya
akan terus mempertahankan pegawai yang tidak kompeten di tengah krisis
ini? Satu-satunya jalan adalah mencari pegawai baru untuk menggantikan
pegawai yang tidak kompeten. Maafkan aku, tapi mulai hari ini, kau--"
"Erwin..."
panggil seseorang pada pria itu. Pria itu belum menyelesaikan
kalimatnya dan ia menatap seorang pria yang sedang berdiri di ambang
pintu sambil melipat tangannya dan tersenyum kecil.
"Kupikir
dengan kehadiranku masalah kita akan terselesaikan... apakah aku tidak
dibutuhkan disini?..." tanyanya sambil berjalan mendekat. Petra terdiam.
Ia mengenal suara itu. Suara pria yang kemarin ia.... tendang?
Perlahan-lahan
Petra membalikkan tubuhnya. Setelah itu, ia mengangkat kepalanya. Ia
terdiam. Ternyata benar. Pria itu, pria yang kemarin ia temui dan...
tendang seenaknya. Saat ini ia sedang menatapnya sambil tersenyum licik
pada Petra. Petra meringis. Siapa saja, tolong aku....
"Oh, namamu Petra Ral, bukan? Erwin. Bisakah kau mengambilkan dua cangkir kopi untukku?" Petra menggigit bibirnya. Kumohon, jangan pergi, pak Erwin. Jika kau kau pergi, aku akan menyesal telah hidup...
Erwin terdiam sejenak menatap mereka berdua. Kemudian ia berdiri.
"Baiklah, Pak Presdir. Saya akan mengambilkan dua cangkir kopi untuk anda." Ia berjalan menuju pintu. Tiba-tiba, pria itu berbicara lagi.
"Erwin,
aku ingat tentang sesuatu.... " ia mendekati Erwin dan membisikkan
sesuatu padanya. Erwin mengerutkan dahinya sejenak, kemudian ia menatap
Petra. Sedangkan pria itu malah tertawa kecil. Akhirnya pria itu
berbicara lagi, Erwin menganggukkan kepalanya perlahan. Kemudian ia
meninggalkan ruangan itu.
Ia pasti akan memecatku. Itu pasti. Selamat tinggal, pekerjaanku. Maafkan aku, ayah dan ibu. Aku bukan gadis yang baik. Petra menatap langit biru di luar ruangan itu. Ia pasrah. Apapun yang terjadi, terjadilah...
"Kita
bertemu lagi, Nona Ral...." tiba-tiba pria itu membuka suaranya. Petra
berdiri kaku, kemudian ia menatap pria yang berjalan mendekatinya dengan
pasrah.
"Um... maafkan saya tentang... tentang hal yang terjadi kemarin, Pak Presdir.... saya--"
"Tunggu." pria itu memotong ucapannya "...aku sudah berbicara dengan Erwin. Sepertinya kau baru saja dipecat..."
ucapnya sambil menatap lembaran kertas yang baru saja diambilnya dari
meja. Ia mengernyitkan kening sebentar, lalu ia tersenyum.
Tentu saja, aku tahu itu, bodoh!...
"Saya
mengerti. Kalau begitu, saya akan segera pergi dari sini. Terima kasih
atas kerja samanya, Pak. Selamat tinggal...." ia melangkah menjauh
menuju pintu. Ia sudah lelah. Ia ingin segera menuju ke rumahnya dan
tidur di sana selamanya.
"Tunggu,.." pria itu menarik tangan Petra dan menahannya. Petra menoleh. Kemudian ia berbicara.
"Apa
lagi yang kau inginkan dariku, Tuan!? Bukankah kau senang karena
dendammu terbalaskan?! Kau tidak perlu lagi untuk membuang-buang waktumu
mengurus gadis bodoh sepertiku!" Ucapnya cepat. Ia menggigir bibirnya,
berusaha menahan air matanya.
Pria itu terdiam sesaat. Kemudian ia tertawa keras.
"A... apa yang kau tertawakan? Ini tidak lucu!..." Petra menarik tangannya. Kemudian ia menatap pria di depannya.
"Maaf...
maafkan aku. Kau... kau benar-benar menarik. Baru kali ini aku bertemu
dengan gadis sepertimu..." ia menutup mulutnya, berusaha menahan
tawanya.
"Kau--"
"Ada apa ini?..." tanya Erwin sambil membuka pintu. Ia menatap Petra dan pria itu bergantian.
"Tidak,
tidak apa-apa, Erwin. Kami hanya sedang membicarakan sesuatu..." ia
tersenyum sambil mengambil cangkir di tangan Erwin dan melangkah
mendekati sofa di ujung ruangan. Kemudian ia duduk di atasnya. Ia
menenggak kopi di cangkirnya. Setelah beberapa detik ia meletakkannnya
di atas meja.
"Jadi bagaimana? Apakah ia mau?" Tanya Erwin sambil menatap pria itu. Kemudian ia menatap Petra.
"apa maksud Anda?" Tanya Petra heran ketika Erwin memandangnya.
"Anda
belum mengatakannya padanya?" Tanya Erwin sambil menatap pria itu. Pria
itu tersenyum sambil mengangkat bahunya. Kemudian ia menatap Petra.
"A..apa yang kalian inginkan?" Tanya Petra bingung menatap kedua pria tersebut. Kemudian Erwin menghela nafasnya.
"Begini,
Ral. Kami telah memutuskannya..." Petra mengerutkan keningnya "...saat
ini kami sedang membutuhkan seorang karyawan baru di perusahaan X, mitra
perusahaan ini. Perusahaan itu sedang membutuhkan seorang karyawan.
Jadi, setelah dipikirkan kembali, kami akan merekrutmu menjadi karyawan
disana..." Petra terdiam. Apa maksudnya?. Padahal aku baru saja dipecat...
"Dan
perusahaan ini setra perusahaan itu milik Pak Presdir." Ia menatap Levi
yang sedang meminum kopinya."jadi kuharap kau tidak keberatan..."
Apakah itu artinya aku masih bisa bekerja?
"Dan
mulai besok, kau akan bekerja menjadi sekretaris Pak Presdir..." ia
menatap pria yang duduk di sofa itu. Pria itu tersenyum kecil.
Sekretaris... pria itu?...
Petra menatap pria yang sedang menatapnya dari balik bahu. Kemudian ia menatap Erwin.
"...Pak, apakah bapak tidak salah? Saya..." Petra tidak melanjutkan ucapannya.
Tunggu,
kurasa ia ingin membalasku melalui hal ini. Atau jangan-jangan ia....
sudahlah, lagipula, mencari pekerjaan sekarang sulit. Jika ia ingin
menantangku, aku akan melawannya.
"Baiklah Pak. Saya akan menerimanya...." ia tersenyum. Kemudian ia menatap pria itu.
"Mohon bantuannya, Pak Presdir. Saya Petra Ral. Saya harap anda tidak akan mengecewakan saya. Dan bolehkah saya tahu siapa nama anda?" Ia tersenyum manis. Pria itu mengangkat alisnya.
"Aku tidak akan mengecewakanmu, Ral. Namaku Levi. Levi Ackerman...." ia tersenyum. Sepertinya ia tahu apa maksud dari ucapan gadis itu.
----------------------
Ikuti tautan ini untuk bergabung bersama saya di Wattpad https://www.wattpad.com/user/sugarral